CIPAKANCILAN |
Coklat , itu warna air yang mengalir . Terlihat agak surut mengingat Bogor sudah tidak disiram hujan lebat selama kurang lebih 1 bulan . Terlihat beberapa tumpukan sampah menyembul disana-sini . Beberapa karamba juga masih terlihat di beberapa bagian dan yang pasti berderet bangunan di sepanjang sungai yang mengalir diantara Pondok Rumput , Bubulak , Cimanggu dan Kebon Pedes ini .
Karamba |
Lebar sungai sepertinya tidak seperti dahulu lagi yang mencapai 13-15 M-an dari sisi ke sisi . Sekarang sepertinya hanya mencapai 10 M saja . Entah kemana sisanya , mungkin sudah menjadi rumah atau entah berubah wujud jadi apa . Di kedua bagian sisi sungai juga tidak terlihat lagi pohon-pohon bambu dan buah yang dulu lebat berjejer , tergantikan oleh pemandangan perumahan yang padat dan berhimpit .
CIPAKANCILAN namanya . 'Ci' kependekan dari 'Cai' atau 'air' hanya Pakancilan sudah beberapa kali mencari artinya belum juga ketemu . Hanya beberapa informasi menyebutkan bahwa sungai ini tercantum dalam banyak manuskrip masa lalu dan terutama yang berasal dari kerajaan Pakuan yang dulu ada di Bogor .
Menyusuri lagi sungai ini mengingatkan pada masa lalu . Teringat dulu sering ngalun (berenang menngikuti arus sungai) bersama teman-teman . Kadang memakai ban dalam mobil sebagai pelampung , kadang tidak . Sering sambil mencari 'awi' alias 'bambu' untuk dibuat bebeletokan atau mencari biji kayu putih untuk dipakai sebagai 'peluru' dalam perang-perangan . Sering baru berhenti ketika sungai mencapai yang menjadi Jl. Baru/Soleh Iskandar sekarang dan kemudian dilanjutkan mencari ikan betok di sawah-sawah sepanjang jalan tersebut . Sering dimulai dengan loncat dari jembatan bambu (sekarang sudah jadi jembatan beton) atau dari pinggir kali . Berangkat pagi pulang sore dan sering tidak bilang ke ibu karena kalau bilang pasti tidak diperbolehkan (tapi akhirnya ketahuan juga beberapa kali) .
Sungai ini sejak tahun 1978-an airnya memang sudah kecoklatan , hanya sekarang sepertinya coklatnya lebih tebal . Mungkin karena dulu pemukiman di sepanjang sungai belum terlalu rapat dan banyak . Sekarang sepertinya jumlah penduduk pemakai sungai ini (untuk keperluan mereka) sudah semakin banyak terlihat dari semakin banyaknya tumpukan sampah yang terbawa aliran air atau tersangkut di batu . Walau dahulu sudah ada , hanya volume sampahnya sekarang terlihat jauh lebih banyak . Belum lagi pemandangan 'lele kuning' hanyut (jadi ingat dulu pas ngalun dan nyelem pas nongol 'lele kuning' lewat) .
Yah ternyata perkembangan kota Bogor juga mengambil "korban" sungai-sungai . Sungai-sungai menjadi tidak ramah bagi manusia . Cipakancilan sepertinya sudah tidak mau menerima kedatangan anak-anak untuk bermain di dalamnya lagi . Belum lagi kalau dia lagi ngambek perumahan di sepanjang sisinya akan diberi limbahan air yang banyak dan merendam banyak rumah . Mungkin dia marah karena merasa dirusak oleh manusia dan menumpahkannya pada siapa saja yang berada dekat dengannya .
Mungkin pada suatu saat nanti ketika manusia-manusia Bogor sudah sadar bahwa Cipakancilan adalah satu bagian dari kota ini yang perlu dirawat , Cipakancilan tidak lagi gampang marah dan dijadikan teman yang ramah untuk kita . Entah kapan ...
cukup deras ya? jadi agak ngeri juga kalau ada rumah di tepi sungai :|
ReplyDeleteIya mbak Sari.. lumayan deras sebenarnya,kalu lagi luber itu rumah2 yang difoto terendam semua tuh
ReplyDeleteSangat disayangkan ya... padahal main air itu menyenangkan...
ReplyDeletebetul bro... cuma yah mau gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur
ReplyDelete