;

K.R.L


"Ihhh... kok belum datang juga sih" celetuk seorang gadis disebelah . Wajahnya merengut , bete-nya terlihat sekali . Berulang kali diliriknya jam tangannya . Saya yang berada disebelahnya tersenyum pengertian . Pengertian yang sama yang juga dirasakan oleh ratusan orang lainnya di stasiun Gondangdia kemarin . Bukan , bukannya kita sedang menanti seorang artis . Bukan pula sedang menanti Jokowi sang presiden terpilih yang blusukan . Ratusan orang ini sedang menanti sang ulat besi listrik datang alias KRL atau Kereta Rel Listrik atau nama barunya yang lebih keren KCJ (KAI Commuter Jabodetabek)  . Sudah lebih dari 40 menit belum muncul juga penampakannya yang lebih mirip roti tawar panjang .

Wajah-wajah kesal , capek tapi tak berdaya orang-orang tersebut menunjukkan betapa berartinya sang raja rel tersebut bagi mereka . Kebanyakan dari mereka akan menuju ke Depok , Citayam , Bojonggede , Cilebut dan Bogor . Kalau menurut data PT KCJ baru-baru ini 72% dari 600,000 penumpang sang ular besi memakai KCJ lintas Bogor - Jakarta / Jatinegara . Kalau dihitung memakai kalkulator , kira-kira 420,000 orang pergi pulang memakai KRL (lebih enak menyebut KRL bukan KCJ) . Jumlah yang kalau dibagi 2 (1 orang pulang pergi / 2x) adalah 210,000 orang . Bisa dibayangkan betapa banyak orang-orang Bogor dan sekitarnya yang menggantungkan sarana transportasi-nya kepada ulat besi keluaran Jepang ini .

Memang KRL merupakan primadona bagi banyak orang , termasuk puluhan bahkan ratusan ribu warga Bogor untuk menuju "sawah" tempat mereka mencari nafkah di Jakarta . KRL menyediakan sarana transportasi yang cepat (dengan catatan yah) , murah dan masal . Nyaman tidak dicantumkan karena sifatnya relatif dan tergantung pada kondisi (penuh atau tidaknya) walau pada jam-jam non sibuk , bepergian naik KRL terasa nyaman . 

Cepat ? KRLlebih cepat kalau dibandingkan dengan memakai bis atau kendaraan pribadi seperti motor atau mobil terutama pada peak hours yaitu jam ngantor yang kira-kira antara jam keberangkatan 5.30-08.00. Kalau memakai kendaraan pribadi seperti mobil bisa mencapai 2.5-4 jam kalau menuju ke pusat kota Jakarta . Kalau memakai motor lebih cepat dari mobil tapi tetap saja akan membutuhkan waktu sekitar 1.5-2.5 jam . Memakai sang ulat besi , dengan catatan tak ada gangguan mencapai monas hanya sekitar 1 jam 15-20 menit . 

Murah ? Ya iyalah , memakai KRL ke kawasan perkantoran seperti Gondangdia dan Gambir hanya perlu membayar Rp. 4,000-4,500 saja . Bandingkan dengan berapa liter bensin dan ongkos tol kalau memakai mobil sendiri . Naik bis lebih murah tapi dengan ongkos tetap lebih mahal berkisar Rp.15,000-20,000.- . 

Yang sering bikin bete sebenarnya bukan KRL-nya tapi kata-kata yang diucapkan announcer seperti "KRL jurusan Bogor tertahan di sinyal masuk stasiun Gambir atau Manggarai" atau "KRL jurusan Bogor belum tersedia di Jakarta Kota" . Pengumuman-pengumuman seperti ini yang membuat hati ratusan orang Bogor menjadi galau mendadak dan bersamaan . Apalagi kalau announcer mengatakan "Mohon maaf terjadi gangguan persinyalan di stasiun Bojonggede" atau yang baru-baru ini terjadi "Karena rel terendam air di antara stasiun Cilebut - Bojong Gede , tidak ada KRL yang bisa melintas" . Pada saat yang bersamaan ratusan atau ribuan orang Bogor akan membayangkan hal yang kurang lebih mirip. "Waduuhh sampai di rumah jam berapa ya ?" atau "Wahh, uang bayaran sekolah si adek ketunda lagi deh".. terbayang kemacetan Jakarta dan ongkos tambahan yang harus dikeluarkan karena sakit mendadaknya si ular besi .

Kok sampai begitu ? Ya karena warga Bogor yang "mendaftarkan diri" jadi fans sang ulat besi terdiri dari berbagai macam kalangan . Dari kaum berdasi yang wangi dan kemana-mana membawa gadget (walau cuma buat gadget) sampe yang berbaju kumal dan berbau keringat mereka bersatu padu menjadi golongan yang benci tapi rindu terhadap sang ulat besi . Walau kalau disaat normal jangankan bisa mengobrol bareng , bertemu juga saling tidak memandang , tapi disaat announcer mengatakan kalimat-kalimat sakti seperti di atas , semua bisa bersatu padu . Mulai dari sharing kendaraan , sama-sama menghentikan truk untuk ditumpangi (kasus rel terendam air antara Cilebut dan Bojong beberapa waktu lalu) , sampai berbagi ojeg dan berjalan bersama menuju Bogor .

Yah begitulah hubungan antara warga Bogor dengan KRL yang ceuk urang Sunda (kata orang Sunda)  mah awet rajet (bayangkan pasutri yang berantem terus tiap waktu tapi tidak pernah cerai dan anaknya 12 kalau mau tahu artinya) . Mereka (termasuk saya juga) memaki tapi pada saat bersamaan kalau yang dimaki tidak kunjung datang , mereka akan nelangsa dan merindukan kehadirannya .

"Segera masuk di jalur dua KRL tujuan akhir stasiun Bogor . Para penumpang diharap segera mundur ke batas aman . Periksa kembali barang dan tiket anda jangan sampai ada yang tertinggal . Hati-hati saat melangkah perhatikan celah yang ada antara kereta dengan peron......"



 Pualng dulu ya... see you tomorrow





Catatan : semua foto dijepret kamera yang ada di Xperia M antara 08-09-2014 s/d 13-09-2014 antara Cilebut - Gondangdia



Share on Google Plus

About Anton Ardyanto

Terima kasih untuk berkenan membaca tulisan ini. Saya berharap ada yang dapat diambil dan dimanfaatkan dari tulisan ini. Kalau anda berkenan mohon luangkan waktu berharga anda sedikit lagi untuk memberikan sesuatu. Saran, masukan atau kritik akan sangat berharga bagi saya. Apalagi kalau anda berkenan share tulisan dari blog ini kepada yang lain.

Thank you for your time to read my writings. It means a lot to me. I really hope that there is something that you, the reader can take from my writing. I would be honored if you can spare a bit more of your precious time to let me have your comments or even your critics. I would be more than grateful if you can share something from this blog to other people.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

4 comments:

  1. saya lebih suka menggunakan moda transportasi ini setelah peak hour.. masih lumayan padat tapi tidak harus berjubel..

    salah satu tantangan diawal nyicip moda transportasi ini adalah belajar turun naik dengan cepat disaat peak hour dan menghapal stasiun hehehe..
    pernah nyasar sekali naek kereta dari arah cikini tujuan tebet, krn nggak ngerti kalau di manggarai saya harus transit dan mengganti kereta, alhasil saya tetap naik kereta tujuan bekasi, beruntung tersadar saat di stasiun cipinang hehehe..
    petugas nyaranin saya naik kereta arah balik, saya memilih keluar stasiun dan ganti naik transJ daripada makin bingung hahahaha..

    ReplyDelete
  2. Halo Ije.. iya bener . Pengennya sih nggak harus naek yang peak hour.. cuma apa daya jam kantor memaksa . Seru juga tuh ceritanya hahahaha.. pengalaman yang bagus (tapi nyebelin yah waktu ngalamin) .. tapi masih naik KRL kan ? naik darimana Je.. saya dari Bogor/Cilebut tuh ..

    ReplyDelete