Halte kalau tidak salah tempat perhentian bus atau tempat naik turunnya penumpang . Biasanya tempatnya diberi atap supaya penumpang yang menunggu tidak kehujanan . Hanya entah kenapa di Bogor , yang dikenal sebagai kota hujan , halte-haltenya tidak dibuat dengan penutup yang memadai agar tidak terkena air hujan . Itu pertanyaan pertama.
Pertanyaan kedua , mengapa halte-halte di Bogor kesannya menjadi kumuh dan jorok . Apakah karena penumpang yang menanti kendaraan umum dianggap kaum paria (kasta terbawah dalam masyarakat Hindu) sehingga haltenya tidak perlu terlalu bagus ? Apakah karena kendaraan umum tersebut tidak menguntungkan sehingga tidak ada dana perawatan , jadi yang penting "ada" haltenya ?
Bukankah warga Bogor sedang dibujuk untuk berpindah hati memakai kendaraan umum daripada mobil-mobil atau motor mereka ? Bukankah juga sedang diupayakan agar warga Bogor mau dibiasakan naik dan turun di tempat yang sudah ditentukan dan bukan seenaknya . Lalu mengapa halte-haltenya dibiarkan kotor , jorok dan tidak terawat . Seringkali atapnya bocor , penuh dengan coretan dan sering pula berbau pesing .
Bisakah warga Bogor diyakinkan untuk meninggalkan mobilnya di rumah ketika mereka tahu resiko basah kuyup saat menunggu , atau sampai kantor mereka berbau pesing . Bisakah warga Bogor diyakinkan bahwa mereka tidak akan terlambat sampai kantor atau tempat tujuan kalau daftar jadwal kedatangan bus pun tidak terpampang . Apalagi untuk meyakinkan orang-orang dari luar Bogor untuk meninggalkan kendaraan mereka saat berkunjung ke Bogor ketika tidak ada petunjuk-petunjuk tentang angkutan yang bisa dinaiki dan ke arah mana mereka akan dibawa . Sempat dulu ada beberapa halte yang cukup memadai di Jl. Sudirman hanya itupun sudah tak terawat .
Terlantarnya banyak halte di Bogor menunjukkan banyak hal , tetapi yang sudah pasti jelas adalah ketidakkonsistenan dalam menata sistem angkutan penumpang . Menunjukkan ketiadaan sistem yang terarah dalam memecahkan masalah kemacetan di Kota Bogor .
0 comments:
Post a Comment