Jalan M.A. Salmun adalah salah satu yang pertama saya telusuri pada awal mula membuat blog ini. Dua buah tulisan lahir hasil nongkrong disini salah satunya adalah Becak. Fotonya pula saya jadikan sebagai foto background account saya di Google+.
Ada banyak cerita dalam kehidupan saya , terutama semasa Sekolah Menengah Pertama disini. Salah satu diantaranya kisah "cinta monyet" ala anak SMP.
Jalan MA Salmun adalah jalan yang harus dilalui kalau kita menuju Pasar Anyar dari arah Jalan Merdeka . Di tengah bagiannya bertemu dengan Jalan Ciwaringin dan Jalan Mayor Oking. Di tengah jalan terdapat sebuah jembatan yang sekarang dicat merah sehingga banyak pengunjung salah duga jembatan ini sebagai Jembatan Merah.

Berbagai usaha penataan dan penertiban masih sering terbentur oleh kebandelan para Pedagang Kaki Lima.
Jalan ini ditahbiskan dengan nama yang mungkin terdengar asing bagi banyak orang. Dia bukanlah nama pahlawan nasional seperti jalan Sudirman atau Ahmad Yani. Namnya juga kurang begitu akrab bahkan bagi orang Bogor sendiri.
Siapakah M.A. Salmun itu? Mengapa namanya diabadikan sebagai nama jalan ini.
M.A. Salmun tidak pernah mengangkat bedil alias senjata. Beliau adalah seorang pujangga pada masanya. Selama hidupnya dia tercatat telah melahirkan kurang lebih 480 karya tulis (yang tercatat dan pernah diterbitkan). Karyanya berbagai macam mulai dari cerita pendek , prosa dan puisi yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan Sunda

Darah ke-pujangga-an yang dimiliki Salmun sepertinya memang mengalir dari kedua orangtuanya. Ayahnya Mas Abusa'id Rakyadikaria adalah seorang Kamidi atau penulis sandiwara di masa itu. Ia juga seorang penari ulung. Ibunya Nyi Mas Samayi walaupun tidak pernah bersekolah mampu berbicara dalam bahasa Sunda, Jawa, Kawi dan Melayu serta juga menguasai sedikit bahasa Tionghoa, Belanda dan Arab. Sang ibu adalah tempat bertanya para sarjana Belanda karena juga menguasai berbagai pustaka klasik masa itu.

Tulisan pertamanya terbit di Volksalmanak Soenda. Hasil karyanya juga diterbitkan oleh Balai Poestaka dan Mangle (majalah berbahasa Sunda). Salah satu hasil karyanya mungkin juga pernah dibaca oleh anda yaitu mengenai Legenda Ciung Wanara yang diterbitkan tahun 1939.
Selain menulis, beliau juga berperan pada lahirnya berbagai majalah berbau Sunda di Bogor . Majalah Sunda Tjandra tahun 1954 dan majalan Panglipur Mangle tahun 1957 adalah dua dari beberapa majalah ke-Sunda-an yang dibidaninya semasa hidupnya. Serta masih banyak lagi peranannya dalam membangun kesusasteraan Sunda di Bogor dan juga Indonesia.
MA Salmun wafat tahun 1972 dan dimakamkan di pemakaman Blender.
Beliau memang tidak pernah menembakkan satu buah pelurupun semasa hidupnya. Tidak pernah pula maju ke medan pertempuran melawan pemerintah kolonial. Tangannya hanya aktif mengayunkan pena dan membuat tulisan. Walaupun demikian, apa yang telah dibangunnya semasa hidupnya tidak kurang bobotnya dengan yang dilakukan oleh para pejuang lain.
Oleh karena itu pantaslah rasanya namanya disematkan pada sebuah jalan di kota hujan ini.
Sayangnya jalan ini sampai sekarang masih menjadi sebuah lahan pertarungan antara "kebutuhan" perut dan "kepatuhan" terhadap aturan dalam masyarakat. Masing-masing pihak seperti terilhami oleh kegigihan MA Salmun dalam berkarya di tengah keterbatasan.
Catatan
- untuk menuju jalan MA Salmun dapat menggunakan angkot 02 / 03 / 12 merah yang akan berbelok di depan toko Sinar Sari Mayor Oking
- berbagai pertokoan terdapat dipinggiran jalan
- informasi didapat dari berbagai literatur
https://saglamproxy.com
ReplyDeletemetin2 proxy
proxy satın al
knight online proxy
mobil proxy satın al
UUN13