Bogor : Kota Jasa dan Perdagangan. Begitulah kira-kira bunyi visi dan misi yang dicetuskan oleh Pemda Kodya Bogor sekitar 4 atau 5 tahun lalu. Entah yang mana yang lebih dahulu antara keluarnya visi dan misi tersebut dan kenyataan di lapangan.
Apakah visi itu yang mendorong Bogor menjadi seperti sekarang? ataukah sebaliknya visi itu lahir karena melihat realita perkembangan Bogor? Walau saya cenderung pilihan yang terakhir , lebih baik saya diam karena nanti dikira menyebut para pejabat Kodya Bogor "tidak kreatif" dalam memilih target dan visi untuk kota ini.
Kali ini saya tidak bisa tidak sependapat dengan visi atau julukan baru dari kota hujan ini. Lha kenyataannya memang demikian adanya.
Sekarang ini sulit untuk menemukan ruang terbuka di Kodya Bogor. Apalagi yang berada di pinggir jalan. Bisa dikata semua sudah tertutup rapat oleh bangunan dan tentu saja merupakan bangunan komersial. Kalau ada saja lahan kosong sedikit sudah pasti tidak berapa lama kemudian akan berdiri deretan ruko baru.
Ada beberapa hal yang anda pasti akan temukan ketika berada di Bogor. Tentu saja anda akan bertemu dengan banyak manusia mengingat penduduk Bogor yang mendekati 1 juta orang. Hanya yang saya maksud bukan itu. Yang anda akan temui di Bogor kemanapun anda pergi adalah angkot, motor dan orang berdagang atau menjual jasa.
Dimanapun! Di semua sudut akan dengan mudah ditemui mulai dari warung kopi sampai minimaket, restoran sampai bengkel , pedagang kaki lima sampai ruko sampai mall. Pemandangan ini memang menghiasi Bogor sudah sejak beberapa tahun yang lalu (bahkan sebelum slogan atau target itu dicetuskan)
Bisa diibaratkan Bogor adalah sebuah departemen store raksasa yang berjubel dengan ratusan bahkan ribuan vendor dari yang kecil sampai yang besar. Pemandangan ini bukan hanya ditemukan di jalan-jalan protokol karena hal sejenis juga bisa ditemukan di jalan-jalan kampung. Perumahan-perumahan pun tidak ketinggalan karena sudah banyak rumah tinggal berubah menjadi tempat usaha.
Semua orang berdagang. Semua menawarkan jasa.
Paling tidak ada sekitar 8 buah Mall . 9-10 Pasar Swalayan Modern serta 7 buah Pasar Tradisional di kota yang hanya seluas 11,800 Ha ini. Ini belum termasuk lebih dari 100 minimarket atau toko swalayan semacam Indomart yang selalu berdampingan dengan Alfamart (walau "cinta" mereka agak terganggu dengan orang ketiga yaitu SB mart) . Masih perlu ditambah pula dengan berbagai toko yang menyandang label "Factory Outlet". Jangan pula dilupakan ratusan ruko , warung, bengkel, restoran`yang berjejer dari ujung ke ujung kota talas ini.
Walau ada sisi yang agak meleset dari slogan tersebut yaitu di bagian JASA. Kata Jasa dalam frase tersebut seharusnya (katanya) yang berkaitan dengan "Kepariwisataan" tetapi jasa yang terkait dengan pariwisata sendiri , sepertinya kurang berkembang. Betul 3 juta wisatawan domestik memang mengunjungi Bogor tetapi lokasi pariwisata Kodya Bogor sendiri sangat terbatas. Kecuali kalau kata pariwisata sendiri diperluas dengan kata kuliner atau belanja. Baru lebih cocok.
Perkembangan Bogor yang seperti ini sepertinya masih akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Meskipun Pemda Bogor sudah mencanangkan penghentian pembangunan berbagai mall dan pusat perbelanjaan modern besar lainnya, hanya tidak ada wacana penghentian pembangunan ruko dan berbagai tempat usaha lainnya. Belum lagi beberapa rencana membuat para pejabat pemda seperti menjilat ludah sendiri, seperti rencana pemindahan Terminal Baranangsiang dan lokasinya akan dipakai untuk hotel dan pusat perbelanjaan (lagi).
Jumlah tempat usaha di Bogor sepertinya masih akan terus bertambah dalam beberapa tahun ke depan. Pemerintah Kodya Bogor sendiri sepertinya tidak mau hal ini "berhenti", atau kalau menurut saya pribadi, mereka tidak mampu mengekang perkembangan ini sendiri. Entah kenapa.
Mengapa saya bilang "tidak mampu mengekang" , ya karena apa yang terlihat di lapangan menunjukkan hal tersebut. Pemakaian rumah tinggal sebagai tempat usaha tentu memerlukan izin, hanya sepertinya hal tersebut tak berlaku di Bogor. Semua rumah dengan mudah dialih fungsikan. Pedagang kaki lima , bengkel-bengkel , pemakaian trotoar sebagai tempat usaha dan masih banyak lagi contoh menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah untuk mengekang perkembangan ini.
Dan lucunya, pemerintah daerah kota Bogor yang dijuluki kota termacet di Indonesia ini tidak menyadari bahwa perkembangan ini adalah salah satu biang kemacetan di kota ini. Banyak dari tempat usaha tersebut yang tidak memiliki lahan parkir yang cukup. Ujungnya banyak kendaraan pengunjung harus parkir di bahu jalan. Efek keluar masuknya kendaraan ke lokasi juga memberi efek memperparah situasi kemacetan. Bisa dibayangkan kalau sebuah kendaraan yang masuk memerlukan waktu 10-15 detik untuk sekali masuk atau keluar, bisa dibayangkan waktu tunggu yang terjadi di jalan raya dimana lokasi usaha tersebut berada.
Bagi saya hal-hal yang terlihat di lapangan ini menunjukkan beberapa hal. Ketidaksiapan pemerintah daerah dalam mengantisipasi perkembangan Kodya Bogor. Ketidakmampuan untuk mengerem laju pertumbuhan tempat usaha (bukan hanya mall dan pusat perdagangan besar).
Yang ujungnya melahirkan pendapat saya bahwa slogan tersebut sebenarnya lahir belakangan. Visi (yang dicetuskan oleh pemerintah daerah Kodya Bogor periode 2010-2014) itu keluar menyesuaikan dengan situasi di lapangan dan bukan karena Pemerintah Bogor mentargetkan kota ini menjadi kota Jasa dan Perdagangan. Ahh akhirnya saya ujungnya harus tercetus juga dan menimbulkan kesan bahwa pemda tidak kreatif dan tidak punya visi. Hanya ini pendapat saya lho , kalau pembaca mau berbeda pendapat dipersilakan.
By the way busway, kalau saya browsing dengan memasukkan kata "KOTA JASA DAN PERDAGANGAN" kok bukan cuma Bogor yang mencetuskan visi ini. Jakarta, Depok dan beberapa kota lain visi dan misinya sama juga. Nah lho! (Silakan anda simpulkan sendiri deh kok bisa banyak yang pake visi dan misi itu)
https://saglamproxy.com
ReplyDeletemetin2 proxy
proxy satın al
knight online proxy
mobil proxy satın al
WA6